Akhir-akhir
ini alam di Indonesia
banyak mengalami perubahan lingkungan, banyak musibah seperti banjir besar,
tanah longsor, satwa yang menyerang manusia. Jika lingkungan yang sekarang ini
diban-dingkan dengan 20 tahun yang lalu, terjadi perbedaan yang sangat timpang,
dimana terasa sekali terjadinya perubahan perubahan lingkungan seperti kota
maupun desa semakin padat dan kotor, kendaraan ber-motor semakin banyak dan
menyebabkan polusi, hutan semakin sempit dan gundul, bukit bukit juga semakin
berkurang kerin-dangannya, musim kemarau lebih panas, dan pada musim hujan
terjadi banjir besar-besaran (Erwan Baharudin, 2012)
Perubahan
lingkungan yang diakibatkan banjir, tanah longsor atau disebut bencana alam.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996), bencana diidentikkan dengan
malapetaka, kecelakaan, atau marabahaya yaitu sesuatu yang menyebabkan
(menimbulkan) kesusahan, kerugian atau penderitaan. Perlu dipahami, adanya
bencana yang meliputi perubahan fisik,kimiawi atau biologis lingkungan tidak
serta merta menyebabkan bencana atau langsung memakan korban manusia dan
merugikan harta benda.
Bencana
dapat saja hanya merupakan potensi..Korban manusia baru ada atau kerugian harga
benda baru dirasakan setelah ada selang waktu tertentu atau selang waktu yang
cukup lama antara terjadinya perubahan lingkungan tersebut dan adanya korban
atau kerugian. Karena pada akhrinya bencana itu menimbulkan korban manusia dan
kerugian harta benda segala bentuk perubahan baik fisik kimiawi maupun biologis
yang terjadi pada lingkungan di semua tempat di dunia serta dampaknya terhadap
kondisi lingkungan, maka harus diperhatikan dan diwaspadai dari waktu ke waktu.
Langkah
yang perlu diperhatikan untuk mengantisipasi adanya bencana yaitu mempredeksi
datangnya bencana, sehingga sedapat mungkin menghindarinya, mengatasi hal-hal
yang merugikan atau menimbulkan dampak negative ikutan selama terjadi bencana
dan memulihkan kondisi senormal mungkin sesudah terjadinya bencana. Secara
umum, tindakan pertama itu disebut pencegahan atua mitigasi, sedangkan tindakan
kedua dan ketiga disebut penanggulangan kerusakan dan bencana.
Pada
dasarnya bencana yang terjadi pada lingkungan terrestrial disebabkan oleh dua
kegiatan yaitu kegiatan alam dan kegiatan manusia. Kegiatan alam memang terjadi secara alami dan
tidak dikendalikan oleh manusia. Bencana yang ditimbulkan langsung disebut
bencana alam. Kegiatan alam yang umumnya dikenal adalah pergeseran lempeng
(yang selanjutnya dapat menimbulkan gempa bumi vulkani, gempa bumi tektonik, atau
tsunami), letusan gunung api, tanah longsor, banjir, angin puyuh (angin puting
beliung, badai tropis). Sebaliknya, kegiatan manusia tentunya melibatkan dan
dikendalikan oleh manusia, baik dalam bentuk perorangan maupun kelompok.
Bencana yang ditimbulkannya memang tidak diistilahkan secara khusus.
Pada penulisan ini, fokus pada bencana alam maka
penulisan akan terpusat pada bencana alam yang mempengaruhi erosi plasma nutfah
khususnya tanaman obat-obatan yang ada dihutan yaitu Sambiloto yang tentunya
karena di dalam hutan maka varietas atau jenis dari Sambiloto pasti beragam. Bencana
alam merupakan faktor terbesar dari kerusakan lingkungan yang tidak bisa
dikendalikan manusia. Bencana alam adalah salah satu penyebab terbesar
kepunahan Plasma nutfah, flora dan fauna langka dan penting. Bencana alam tidak bisa dipredeksi oleh manusia secara tepat, kapan
akan terjadi, tetapi manusia mempunyai akal dan pikiran untuk bisa
menyelamatkan hal-hal terpenting bagi manusia yaitu Plasma nutfah, flora dan fauna langka
dan penting, yang dalam hal ini adalah plasma nutfah Sambiloto.
Menurut
Trijono Djoko Sulistijo dan Bambang Pujiasmanto, (2007) secara empiris
sambiloto mempunyai keunggulan fisik (sebagai tanaman hias), kimiawi (sebagai
bahan obat) dan biologi (sebagai tanaman). Pemanfaatan obat tradisional juga meningkat
karena pergeseran pola penyakit dari infeksi ke penyakit generatif serta
gangguan metabolisme. Penyakit degenaratif memerlukan pengobatan jangka panjang
yang menyebabkan efek samping serius bagi kesehatan. Salah satu untuk penyakit
degeneratif dan gangguan metabolisme diantaranya ialah diabetes. Status dari
tanaman Sambiloto saat ini masih tumbuhan liar penghasil bahan obat. Penelitian
Trijono Djoko Sulistijo dan Bambang Pujiasmanto, (2007) yang dilakukan sejak
bulan Januari 2006 hingga Agustus 2006. Lokasi survai ditentukan berdasarkan
keberadaan pohon jati dan tumbuhan sambiloto yaitu Jumantono, yang berada di
lingkungan Kawasan Pemangkuan Hutan ( KPH ) Surakarta menunjukkan hasil bahwa
habitat sambiloto ditemukan ada 11 jenis pohon dan 20 herba (termasuk
sambiloto). Indek Nilai Penting (INP) tertinggi pada jenis pohon : Tectona
grandis L. (jati) dan jenis herba Andrographis paniculata Ness (sambiloto). Pola sebaran sambiloto mengelompok,
sedangkan jenis herba lainnya seragam. Sambiloto pada umumnya tumbuh di bawah
naungan pohon jati
Kesimpulannya
untuk menanggulangi erosi plasma nutfah tanaman Sambiloto yang kemungkinan bisa
berkurang karena bencana alam maka yang pertama dilakukan adalah Peningkatan
status tumbuhan liar penghasil bahan obat menjadi tanaman budidaya perlu
diupayakan, berdasarkan penelitian . Trijono Djoko Sulistijo dan Bambang
Pujiasmanto, (2007) seharusnya dalam
melindungi plasma nutfah tanaman Sambiloto sangat mudah karena telah diketahui Pola
sebaran sambiloto mengelompok, sedangkan jenis herba lainnya seragam. Sambiloto
pada umumnya tumbuh di bawah naungan pohon jati, sehingga saat Sambiloto
menjadi tanaman budidaya maka plasma nutfah Sambiloto dipastikan terjaga
0 comments:
Post a Comment